Sabtu, 14 Januari 2012

PROSES INTERAKSI SOSIAL SEBAGAI DASAR BERKEMBANGNYA KETERATURAN DAN DINAMIKA KEHIDUPAN SOSIAL

1. Pengertian dan Faktor-faktor yang mendorong terjadinya Interaksi Sosial

A.     Pengertian interaksi sosial
Interaksi berasal dari kata inter dan aksi. Aksi (action) yang dimaksud adalah tindakan. Tindakan oleh Max Weber diartikan sebagai perilaku yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya (the subjective meaning of action). Maksudnya adalah bahwa makna yang sebenarnya dari suatu tindakan hanya diketahui dengan benar oleh pelakunya (aktor) sendiri.
Misalnya si A, seorang pemuda, menyanyi di kamar mandi. Apa makna tindakan A tersebut, apakah sekedar iseng, belajarbernyanyi ataukah agar didengar oleh si B gadis tetangga yang kepadanya si Amenaruh perhatian?
Orang lain, bapaknya, ibunya, kakaknya, adiknya atautetangga si pemuda A tadi dapat memberikan penafsirannya masing-masing berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya yang saling berbeda atas tindakan si A. Tetapi makna yang sebenarnya dari tindakan tadi benar-benar hanya diketahui oleh si A.
Pernyataan seorang ahli sosiologi bernama Peter L. Berger
bahwa dalam hidup ini kenyataan yang sering dihadapi adalah bahwa “things are not what they seem”, bahwa segala sesuatu sering tidak seperti yang terlihat, kiranya dapat lebih menjelaskan apa yang dimaksud oleh Max Weber.

Apabila dilihat dari orientasinya, tindakan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Tindakan non-sosial, yakni tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang tetapi tidak diorientasikan kepada pihak lain. Sebagai contoh: seseorang yang sedang memandangi potret dirinya atau seseorang berdiam diri di kamar pribadinya sambil merenungi nasibnya.
b. Tindakan sosial, yakni tindakan-tindakan yang oleh pelakunya diorientasikan kepada pihak lain. Sebagai contoh: seseorang menyapa teman yang lewat di depan rumahnya atau seorang murid berbicara dengan gurunya.
Dilihat dari tekanannya tentang cara dan tujuan tindakan itu dilakukan, dapat dibedakan menjadi empat macam tindakan, yaitu:
1) tindakan rasional-instrumental; yakni tindakan yang dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara dan tujuan; dalam hal ini actor memperhitungkan efisiensi dan efektivitas dari sejumlah pilihan tindakan.
Contoh: tindakan memilih program atau jurusan di SMU dengan mempertimbangkan bakat, minat dan cita-cita, tindakan rajin belajar supaya lolos seleksi penerimaan mahasiswa baru, bekerja keras untuk mendapatkan nafkah yang cukup, dan sebagainya.
2) tindakan berorientasi nilai; yakni tindakan-tindakan yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar dalam masyarakat, sehingga aktor tidak lagi mempermasalahkan tujuan dari tindakan, yang menjadi persoalan dan perhitungan aktor hanyaalah tentang cara. Contoh: tindakan-tindakan yang bersifat religio-magis atau berdasarkan keyakinan agama tertentu.
3) Tindakan tradisional; merupakan tindakan yang tidak memperhitungkan pertimbangan rasional. Tindakan ini dilaksanakan berdasarkan pertimbangan kebiaasaan dan adat istiadat. Contohnya: berbagai macam upacara atau tradisi yang dimaksudkan untuk melestarikan kebudayaan leluhur. Agak tidak mudah membedakan tindakan tradisional dengan tindakan yang berorientasi nilai, karena dua tindakan ini memang memiliki kesamaan, misalnya ketidakpeduliannya tentang tujuan dari tindakan, orientasinya kepada cara-cara atau tahapan-tahapan yang harus dilalui, dan sebuah tradisi biasanya dipertahankan oleh sebagian besar warga masyarakat karena terkait dengan nilai tertentu. Namun, tetap dapat dibedakan yakni orientasi suatu tindakan tradisional adalah pada bahwa cara tersebut dilakukan menurut cara yang diwariskan oleh generasi terdahulu. Makna dari tindakan tidak begitu dipermasahkan, sedangkan pada tindakan berorientasi nilai makna tindakan sangat diperhatikan karena berkait dengan nilai yang dijunjung tinggi.
4) Tindakan afektif; yakni tindakan-tindakan yang dilakukan oleh actor berdasarkan perasaan (afeksi). Contohnya: tindakan mengamuk karena marah, meloncat-loncat kegirangan karena perasaan senang yang berlebihan, tindakan menolak karena benci, jatuh cinta, dan sebagainya. Interaksi sosial dapat diberi pengertian sebagai hubungan timbal-balik yang dinamis dan saling mempengaruhi yang terjadi di antara individu atau kelompok individu dalam masyarakat. Pola interaksi sosial dapat berupa hubungan timbalbalik antara:
1) individu dengan individu, misalnya dua orang teman yang sedang bercakapcakap
2) individu dengan kelompok, misalnya seorang guru yang sedang mengajar di Kelas
3) kelompok dengan kelompok, misalnya interaksi yang terjadi pada sebuah pertandingan sepakbola.
Interaksi sosial dapat berlangsung apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1) Kontak sosial, yaitu peristiwa terjadinya hubungan, sambungan atau sentuhansosial (dapat disertai sentuhan jasmaniah maupun tidak) antara dua orang atau lebih.
2) Komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan atau informasi dari satu pihak (komunikator) ke pihak lain (komunikan) dengan menggunakan symbol-simbol. Simbol dapat berupa kata-kata, suara, gerak isyarat, benda, dsb.
Proses komunikasi dinyatakan berlangsung apabila telah terjadi pemahaman yang sama atas simbol-simbol yang digunakan, baik oleh komunikator maupun komunikan. Kontak dan komunikasi dapat berlangsung secara primer maupun sekunder. Yang dimaksud kontak atau komunikasi primer adalah kontak atau komunikasi yang terjadi secara langsung berhadap-hadapan atau tatap muka (face to face).
Misalnya: dua orang atau lebih yang saling bertemu dann berbicara dalam sebuah ruang pertemuan. Sedangkan kontak atau komunikasi sekunder adalah kontak atau komunikasi yang terjadi dengan bantuan alat-alat komunikasi seperti surat, telepon, e-mail, percakapan di internet, dan seterusnya (sekunder langsung), maupun yang melalui bantuan pihak ketiga (sekunder tidak langsung).
 Terjadinya interaksi sosial dapat digambarkan secara berurutan sebagai berikut:
1) ada dua orang atau lebih
2) terjadi kontak sosial di antaranya
3) terjadi komunikasi
4) terjadi reaksi atas komunikasi
5) akhirnya, terjadi aksi timbal-balik (aksi-reaksi) yang saling mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, antara lain:
1) Imitasi (peniruan)
Imitasi adalah proses sosial ayau tindakan seseorang untuk meniru orang lain melalui sikap, penampilan, gaya hidup, atau apa saja yang dimiliki oleh oranglain tersebut. Misalnya seorang anak meniru kebiasaan-kebiasaan orang tuanya, baik cara berbicara atau tutur kata, cara berjalan, cara berpakaian, dan sebagainya. Proses imitasi yang dilakukan oleh seseorang berkembang dari lingkup keluarga kepada lingkup lingkungan yang lebih luas, seperti lingkungan tetangga, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan seterusnya, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan pergaulan orang tersebut. Ruang lingkup imitasi menjadi semakin luas seiring dengan berkembangnya media massa, terutama media audio-visual. Proses imitasi dapat berlangung terhadap hal-hal yang positif maupun negatif, maka pengaruhnya terhadap interaksi sosial juga dapat positif maupun negatif. Apabila imitasi berlangsung terhadap cara-cara atau hal-hal yang positif maka akan menghasilkan interaksi sosial yang berlangsung dalam keteraturan, sebaliknya apabila imitasi berlangsung terhadap cara-cara atau hal-hal yang negatif, maka akan berperan besar terhadap munculnya prosesproses interaksi sosial yang negatif.
2) Identifikasi (menyamakan ciri)
Identifikasi adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menjadi sama (identik) dengan seseorang atau sekelompok orang  lain. Identifikasi dapat dinyatakan sebagai proses yang lebih dalam atau lebih lanjut dari imitasi. Apabila pada imitasi orang hanya meniru cara yang dilakukan oleh orang lain, maka dalam identifikasi ini orang tidak hanya meniru tetapi mengidentikkan dirinya dengan orang lain tersebut. Dalam identifikasi yang terjadi tidak sekedar peniruan pola atau cara, namun melibatkan proses kejiwaan yang dalam. Sebagai contoh: seorang pengagum tokoh besar, apakah seorang pemikir, tokoh politik, ilmuwan, penyanyi ataupun bintang film, sebegitu berat kekaguman orang tersebut sehingga tidak hanya pola atau gaya perilaku tokoh yang dikaguminya yang ditiru, tetapi juga pikiran-pikiran dan nilai yang didukung sang tokoh. Bahkan, orang tersebut menyamakan dirinya dengan sang tokoh. Dalam sosiologi orang-orang yang ditiru (dijadikan sumber imitasi atau identifikasi) disebut sebagai role model (model peran).
3) Sugesti (diterimanya suatu sikap atau tindakan secara emosional)
Sugesti adalah rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan oleh seseorang kepada individu lain sehingga orang yang dipengaruhi tersebut menerima pengaruh tersebut secara emosional, tanpa berfikir lagi secara kritis dan rasional. Sugesti dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok, kelompok kepada individu ataupun kelompok terhadap kelompok. Wujud sugesti dapat bermacam-macam, dapat berupa tindakan, sikap-perilaku, pendapat, saran, pemikrian, dan sebagainya. Contoh: iklan obat batuk yang diperagakan oleh seorang bintang film ternama yang dengan sangat sempurna memerankan sebagai orang yang sedang batuk dan langsung sembuh begitu meminum obat tersebut, dapat mensugesti orang yang benar-benar sedang menderita batuk untuk membeli dan meminum obat tersebut. Contoh lain, pernyataan seorang tokoh besar sering diterima oleh pengagumnya sebagai kebenanaran yang diterimanya tanpa berfikir panjang lagi. Orang yang mudah tersugesti biasanya adalah orang-orang yang dalam kondisi lemah, tertekan, frustasi, kelompok minoritas atau berwawasan tidak luas. Orang yang mampu memberikan sugesti adalah orang-orang yang dikagumi, diakui luas ilmu, keahlian dan wawasannya, jumlahnya besar atau berkuasa.
4) Motivasi
Motivasi merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan oleh seseorang individu atau sekelompok individu kepada individu atau sekelompok individu lain dan diterima secara rasional, kritis serta bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan sugesti, yang membedakan adalah cara penerimaan pengaruh, dalam sugesti pengaruh diterima secara tidak rasional, pada motivasi pengaruh diterima dengan pertimbangan akal dan pikiran yang jernih dan kritis. Contoh seorang guru yang dikenal jujur dan berwibawa memberikan motivasi kepada para muridnya untuk rajin belajar dan bekerja keras demi meraih prestasi.
5) Simpati (kemampuan merasakan diri dalam keadaan orang lain)
Simpati adalah suatu proses ketika seorang individu atau sekelompok individu tertarik kepada (atau merasakan diri) dalam keadaan orang atau kelompok orang lain yang sedemikian rupa sehingga menyentuh jiwa dan perasaannya. Dinyatakan sedemikian rupa karena dapat jadi bagi jiwa dan perasaan orang lain keadaan tersebut biasa-biasa saja, artinya tidak menimbulkan simpati.Karena merupakan proses kejiwaan, berlangsungnya tidak selalu mudah dipahami secara rasional. Misalnya apa yang menjadi alasan sehingga seorang gadis yang cantik rupa dan perilakuannya menaruh simpati kepada seorang jejaka yang buruk rupa maupun perilakuanya.
6) Empati
Empati lebih dari simpati. Apabila pada simpati hanya melibatkan proses kejiwaan, maka pada empati proses kejiwaan tersebut diikuti dengan proses organisma tubuh. Misalnya ketika seseorang mendapatkan teman dekat atau saudaranya mengalami kecelakaan sehingga luka berat atau meninggal dunia, maka orang tersebut akan ikut merasakan dan menghayati kecelakaan itu seolah-olah terjadi pada dirinya atau diliputi perasaan kehilangan yang luar biasa sehingga sampai menitikkan air mata.
 Interaksi sosial dalam hubungannya dengan status dan peran sosial antar-individu dalam masyarakat Status atau kedudukan sosial adalah tempat, posisi atau kedudukan individu di dalam struktur sosial kelompok atau masyarakat. Individu yang status sosialnya berbeda akan memiliki hak-hak, tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang berbeda pula. Untuk memudahkan pemahaman tentang status dapat dinyatakan bahwa di dalam masyarakat ada orang-orang yang berkedudukan tinggi, menengah dan ada pula yang berkedudukan rendah. Kedudukan atau status tersebut ada yang diperoleh oleh seseorang sejak kelahirannya (dinamakan ascribed statuses), misalnya: jenis kelamin, gelar kebangsawanan, gelar dalam kasta, dan sebagainya, ada yang diperoleh melalui perjuangan atau prestasi (dinamakan achieved statuses), misalnya: status sebagai seorang pakar, guru, dokter, wartawan, manejer perusahaan, dan sebagainya, dan ada yang diperoleh karena pemberian atas dasar jasa yang telah diberikan kepada masyarakat (dinamakan assigned statuses), misalnya gelar pahlawan pembangunan, pahlawan proklamasi, pahlawan reformasi, doctor kehormatan, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tindakan dan interaksi sosial, ternyata dijumpai cara-cara bertindak dan berinteraksi sosial yang berbeda di antara orang-orang yang kedudukan sosialnya berbeda. Perbedaan-perbedaan itu tampak pada misalnya cara berbicara, tutur kata dan bahasa yang digunakan, sikap tubuh, cara berpakaian, simbol status yang digunakan, dan sebagainya. Status yang disandang oleh seseorang berhubungan pula dengan peran sosialnya. Yang dimaksud dengan peran sosial adalah perilaku yang diharapkan terhadap seseorang atau kelompok sehubungan dengan status atau kedudukan yang disandangnya. Jelasnya, ketika seseorang menyandang status tertentu, misalnya seseorang berstatus sebagai ayah, guru, menteri ataupun presiden, maka masyarakat akan berharap atau bahkan menuntut agar orang tersebut berperilaku tertentu yang sesuai dengan status dan kedudukan yang disandangnya. Seorang ayah harus bertanggung jawab atas nafkah bagi anakanak dan isterinya, seorang guru dituntut untuk berperilaku yang dapat “digugu” dan “ditiru” oleh para muridnya, seorang menteri dituntut untuk menguasai seluruh permasalahan di departemennya, dan seorang presiden dituntut untuk dapat mengayomi seluruh golongan dan lapisan yang ada dalam masyarakat, ucapan dan tindakannya harus mencerminkan budaya bangsa yang mulia.
Ada tiga macam peran sosial:
1) Peran ideal, yaitu peran yang digagas, dirumuskan atau diharapkan oleh masyarakat terhadap orang-orang dengan status tertentu.
2) Peran dipersepsikan, yaitu peran yang dilaksanakan dalam situasi tertentu. Misalnya seorang guru ketika mendampingi para siswanya berwidyawisata berperan seperti halnya kakak atau teman terhadap para siswanya.
3) Peran dilaksanakan, yaitu peran yang secara nyata dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok orang. Dapat terjadi peran yang dilaksanakan tidak sama dengan peran ideal.
Dalam pelaksanaan peran-peran sosialnya, seseorang dapat mengalami apa yang disebut sebagai konflik status dan konflik peran. Konflik status adalah pertentangan di antara status-status yang disandang oleh seseorang ketika suatu interaksi sosial berlangsung yang disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan di antara status-status tersebut. Hal ini dapat terjadi karena dalam kenyataannya seseorang akan sekaligus menyandang berbagai macam status sosial. Ketika suatu interaksi sosial berlangsung, terdapat status aktif, yaitu status yang berfungsi ketika sebuah interaksi sosial berlangsung, dan ada status laten, yakni status yang tidak berfungsi ketika sebuah interaksi sosial berlangsung. Konflik status terjadi ketika dalam suatu interaksi sosial muncul lebih dari status aktif dan kepentingannya berbeda. Contoh seorang polisi muda yang bertugas di jalan raya harus memberikan sanksi kepada seorang gadis pengendara sepeda motor yang melanggar peraturan lalu-lintas, dan kebetulan gadis tersebut adalah calon isteri yang sangat dicintainya. Dalam diri polisi muda tadi dapat terjadi konflik antara status sebagai polisi yang harus menindak pelanggar aturan lalu-lintas dengan status sebagai calon suami yang harus melindungi.

2. Bentuk interaksi yang mendorong terciptanya keteraturan dan organisasi sosial
Bayangkan! Kamu memasuki gebang sekolah bersama-sama dengan ratusan siswa yang lain. Dari sekian ratus siswa yang memasuki gerbang sekolah bersamamu, berapa yang kamu kenal dengan baik atau berhubungan erat denganmu? Berapa orang yang kamu kenal sambil lalu saja? Berapa orang yang tidak atau belum kamu kenal sama sekali (dalam arti belum pernah berkomunikasi secara lisan maupun nonverbal) dan mungkin juga tidak akan pernah kamu kenal? Pertanyaanpertanyaan ini dimaksudkan untuk membuat kamu peka terhadap kenyataan bahwa sebenarnya ruang cakupan interaksi sosial sangatlah luas, mulai dari interaksi di antara orang-orang yang tidak saling mengenal sampai dengan interaksi di antara orang-orang yang berhubungan intim.
Mark L. Knapa merinci tentang pola tahapan-tahapan di antara orang-orang yang terlibat interaksi, baik yang mendekatkan atau yang menjauhkan. Tahap-tahap yang mendekatkan dirinci  menjadi: (1) memulai (initiating), (2) menjajaki (experimenting), (3) meningkatkan (intensifying), (4) menyatupadukan (integrating), dan (5) mempertalikan (bonding). Peningkatan tahapan-tahapan pendekatan diikuti dengan peningkatan komunikasi pribadi dan komunikasi nonverbal dan meningkatnya kebersamaan dalam tindakan.
Sedangkan tahapan-tahapan interaksi yang menjauhkan atau merenggangkan, oleh Knapa dirinci sebagai berikut: (1) membeda-bedakan (differentiating), (2) membatasi (circumscribing), (3) memacetkan (stagnating), (4) menghindari (avoiding), dan (5) memutuskan (terminating). Latarbelakang terjadinya hubungan sosial yang pada giliran berikutnya membentuk lembaga, kelompok dan organisasi sosial pada dasarnya adalah keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Maslow merinci kebutuhan hidup manusia ke dalam tuju macam, yaitu:
a. kebutuhan fisik, seperti makan, minum, istirahat, tidur, dan sebagainya
b. kebutuhan rasa aman seperti terhindar dari bahaya dan kecemasan
c. kebutuhan diterima dan kasih sayang (keluarga, teman, dan sebagainya)
d. kebutuhan untuk dihargai
e. kebutuhan perwujudan diri
f. kebutuhan untuk mengungkapkan rasa ingin tahu
g. kebutuhan untuk mengungkapkan rasa seni dan keindahan
 Sebagai pembanding, berikut dikemukakan klasifikasi kebutuhan hidup manusia
menurut Peddington:
a. Kebutuhan mendasar, yakni kebutuhan yang muncul dari aspek biologis/organisme manusia (misalnya: makanan/minuman, pelepasan dorongan seksual, buang air besar/kecil, perlindungan dari iklim/cuaca, istirahat/tidur dan kesehatan yang baik)
b. Kebutuhan sosial, yakni kebutuhan yang terwujud dari adanya usaha manusia memenuhi kebutuhan dasarnya dengan cara melibatkan pihak lain (berkomunikasi dengan sesama, kegiatan bersama, pendidikan, keteraturan dan kontrol sosial)
c. Kebutuhan integratif, yakni kebutuhan yang muncul dan terpancar dari hakikat manusia sebagai mahluk yang berfikir dan bermoral (perasaan/prinsip benarsalah, ungkapan kebersamaan, ungkapan estetika dan keindahan, perasaan kayakinan diri, rekreasi dan hiburan).
Pola (Bentuk Umum) Interaksi Sosial Gillin dan Gillin membedakan interaksi sosial ke dalam dua bentuk, yaitu:
a. Bentuk interaksi sosial asosiatif, meliputi berbagai macam bentuk kerjasama, akomodasi dan asimilasi
b. Bentuk interaksi sosial disosiatif, meliputi berbagai macam bentuk konflik, kompetisi dan kontravensi.
Kimball Young mengemukakan bentuk-bentuk interaksi sosial sebagai berikut:
a. Oposisi, yaitu proses yang meliputi persaingan, pertikaian dan pertentangan
b. Koperasi atau kerjasama yang menghasilkan akomodasi
c. Diferensiasi, yakni kecenderungan ke arah perkembangan sosial yang berlawanan, misalnya pembedaan ciri-ciri biologis, sosial, ekonomi dan kultural.

Ciri-ciri interaksi sosial
Interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Interaksi sosial dapat berpola: (1) individu dengan individu, (2) individu dengan kelompok, dan (3) kelompok dengan kelompok
b. Interaksi dapat berlangsung sebagai proses positif (asosiatif) maupun negative (disosiatif), namun ada kecenderungan interaksi berlangsung positif.
c. Hubungan dalam interaksi sosial dapat berlangsung dalam tingkat dangkal ataupun tingkat dalam
d. Interaksi sosial menghasilkan penyesuaian diri bagi para pelakunya
e. Interaksi sosial berpedoman kepada kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku.
Sehubungan dengan hal ini, perlu diidentifikasi bentuk interaksi sosial yang cenderung berlangsung positif dan berkesinambungan. Interaksi yang demikian penting artinya dalam pembentukan lembaga, kelompok dan organisasi sosial, yaitu interaksi sosial yang memiliki ciri:
·         didasarkan kepada kebutuhan yang nyata
·         memperhatikan efektifitas
·         memperhatikan efisiensi
·         menyesuaikan diri kepada kebenaran dan kaidah-kaidah yang berlaku
·         tidak bersifat memaksa baik secara fisik dan mental
Lembaga, kelompok dan organisasi sosial pada dasarnya adalah bentuk-bentuk atau wujud adanya keteraturan dan dinamika sosial dan budaya dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk memahami tentang proses pembentukan lembaga, kelompok dan organisasi sosial perlu memahami terlebih dahulu mengenai keteraturan sosial budaya dalam masyarakat.
Wujud nyata dari keseimbangan ini adalah keteraturan sosial, yaitu kondisi di mana Cara berfikir, berperasaan dan bertindak serta interaksi sosial di antara para warga masyarakat selaras (konformis) dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang belaku dalam masyarakat yang besangkutan.
Keteraturan sosial akan tercipta dalam masyarakat apabila:
a. terdapat sistem nilai dan norma sosial yang jelas. Jika nilai dan norma dalam masyarakat tidak jelas akan menimbulkan keadaan yang dinamakan anomie (kekacauan norma).
b. individu atau kelompok dalam masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
c. individu atau kelompok menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
d. berfungsinya sistem pengendalian sosial (social control)
Berkembangnya keteraturan sosial dapat dicermati melalui bagan berikut ini! Seperti telah dikemukakan di depan bahwa interaksi atau proses sosial (hubungan timbal-balik yang dinamis di antara unsur-unsur sosial) dapat dibedakan menjadi
1.      SOCIAL ORDER (TERTIB SOSIAL) Suatu sistem atau tatanan nilai dan norma yang diketahui, diakui dan dipatuhi.
2.      KEAJEGAN (CONTINUITY) (Keteraturan yang tetap dan berlangsung terus menerus)
3.      POLA SOSIAL (Bentuk umum aktivitas atau interaksi sosial)Perilaku warga masyarakat dapat diramalkan
4.      KETERATURAN SOSIAL (kondisi dinamis di mana tindakan dan interaksi sosial berlangsung tertib dan teratur sehingga mendukung tercapainya tujuan hidup bermasyarakat )
Proses-proses asosiatif dan proses-proses disosiatif. Proses-proses asosiatif merupakan proses-proses yang mendorong dicapainya akomodasi, kerjasama dan asimilasi, yang pada giliran selanjutnya menciptakan keteraturan sosial. Proses-proses disosiatif merupakan proses-proses yang mengarah kepada terciptanya bentuk-bentuk hubungan sosial yang berupa persaingan (kompetisi), kontravensi ataupun konflik (pertikaian), yang pada giliran berikutnya menghambat terjadinya keteraturan sosial Proses-proses asosiatif, yakni proses-proses yang mendorong terciptanya keteraturan sosial, meliputi:
1)    Akomodasi
Sebagai proses, akomodasi merupakan upaya-upaya menghindarkan, meredakanatau mengakhiri konflik atau pertikaian. Akomodasi dapat pula berarti keadaan, yaitu keadaan di mana hubungan-hubungan di antara unsur-unsur sosial dalamkeselarasan dan keseimbangan, sehingga warga masyarakat dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan harapan-harapan atau tujuan-tujuan masyarakat.
Gillin dan Gillin menyatakan bahwa akomodasi merupakan istilah yang dipakai oleh para sosiolog untuk menggambarkan keadaan yang sama dengan pengertian adaptasi yang digunakan oleh para ahli biologi untuk menggambarkan proses penyesuaian mahluk hidup dengan lingkungan alam di mana ia hidup.


Tujuan akomodasi:
a) Untuk mengurangi pertentangan antara orang-orang atau kelompok-kelompok akibat perbedaan faham. Dalam hal ini akomodasi diarahkan untuk memperoleh sintesa baru dari faham-faham yang berbeda.
b) Untuk mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu
c) Untuk memungkinkan dilangsungkannya kerjasama di antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang karena faktor psikologi atau kebudayaan menjadi terpisah satu dari lainnya
d) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok yang sebelumnya terpisah Bentuk-bentuk akomodasi sebagai proses menghindarkan, meredakan atau
mengakhiri konflik:
a) Kompromi (pihak yang bertikai saling mengurangi tuntutan)
b) Toleransi (saling menghargai, menghormati, membiarkan di antara pihakpihak yang sebenarnya saling berbeda)
c) Konsiliasi (usaha mempertemukan pihak-pihak yang bertikai sehingga dicapai kesepakatan bersama)
d) Koersi (keadaan tanpa konflik karena terpaksa; akibat dari berbedanya secara tajam kedudukan atau kekuatan di antara fihak-fihak yang berbeda, misalnya antara buruh–majikan, orangtua-anak, pemimpin-pengikut, dan seterusnya)
e) Mediasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang netral sebagai penasehat)
f) Arbitrasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang berwenang untuk mengambil keputusan penyelesaian)
g) Ajudikasi (penyelesaian konflik melalui proses hukum)
h) Stalemate (perang dingin, yakni keadaan seimbang tanpa konflik karena yang bertikai memiliki kekuatan yang seimbang
i) Displacement (menghindari konflik dengan mengalihkan perhatian)
2) Kerjasama
Kerja sama (koperasi) timbul ketika orang-orang menyadari adanya kepentingan yang sama pada saat bersamaan, dan mempunyai pengertian bahwa kepentingan yang sama tersebut dapat lebih mudah dicapai apabila dilakukan bersama-sama.
Motivasi bekerjasama:
a) kesadaran menghadapi tantangan bersama
b) menghadapi pekerjaan yang memerlukan tenaga massal
c) melaksanakan upacara keagamaan
d) menghadapi musuh bersama
e) memperoleh keuntungan ekonomi
f) untuk menghindari persaingan bebas
g) menggalang terjadinya integrasi sosial (keutuhan masyarakat)

Bentuk-bentuk kerjasama:
a) bargaining (pertukaran “barang” atau “jasa” di antara dua individu/kelompok)
b) kooptasi (penerimaan unsur baru dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan untuk menghindari kegoncangan stabilitas kelompok)
c) koalisi (penggabungan dua kelompok atau lebih yang mempunyai tujuan sama)



3)    Asimilasi (pemesraan/perkawinan sosial-budaya)
Asimilasi merupakan proses sosial tingkat lanjut yang ditandai oleh adanya upaya-upaya mengurangi perbedaan serta mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses-proses mental di antara orang-perorangan atau kelompokkelompok dengan memperhatikan kepentingan atau tujuan bersama.
Asimilasi akan terjadi apabila:
a) dua kelompok yang berbeda kebudayaan
b) individu/warga kelompok saling bertemu dan bergaul intensif dalam waktu yang lama, sehingga
c) terjadi kontak kebudayaan (akulturasi) yang memungkinkan dua kelompok yang berbeda itu saling mengadopsi (meminjam) unsur-unsur kebudayaan
d) cara hidup dan kebudayaan dua kelompok itu saling menyesuaikan diri sehingga masing-masing mengalami perubahan
e) kelompok-kelompok tersebut melebur membentuk kelompok baru dengan cara hidup dan kebudayaan baru yang berbeda dari kelompok asal Interaksi sosial yang menghasilkan asimilasi:
·         bersifat pendekatan
·          tidak mengalami hambatan dan pembatasan
·         interaksi berlangsung primer
·         interaksi berlangsung dengan frekuensi yang tinggi dan dalam keseimbangan
Hal-hal yang mempermudah asimilasi:
a) toleransi
b) kesempatan yang seimbang dalam proses ekonomi
c) sikap menghargai orang asing dengan segenap kebudayaannya
d) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa (elite/the rulling class)
e) persamaan unsur-unsur kebudayaan
f) perkawinan campuran (amalgamasi)
Hal-hal yang menghambat asimilasi:
a) terisolirnya suatu kelompok
b) kurangnya pengetahuan terhadap kebudayaan lain
c) adanya prasangka terhadap kebudayaan lain
d) penilaian bahwa kebudayaan kelompoknya lebih tinggi derajatnya (ethnosentrisme)
e) Loyalitas yang berlebihan kepada kelompok bawaan lahirnya (primordialisme)
f) in group feeling yang kuat
g) perbedaan warna kulit dan ciri-ciri badaniah (ras)
Karena asimilasi berkaitan dengan proses yang mendahuluinya, yakni akulturasi, maka berikut dikemukakan beberapa hal yang berkait dengan proses akulturasi atau kontak kebudayaan itu.
Unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima:
a) Unsur kebudayaan material dan teknologi
b) Unsur kebudayaan yang mudah disesuaikan
c) Unsur kebudayaan yang dampaknya tidak begitu mendalam, misalnya mode (fashion) atau unsur kesenian
Unsur kebudayaan yang tidak mudah diterima:
a) Unsur-unsur yang berkaitan dengan nilai yang mendasari pola berfikir dan cara hidup, misalnya: agama, ideologi atau falsafah hidup
b) Unsur kebudayaan yang telah tersosialisasi dan terinternalisasikan secara luas dan mendalam: sistem kekerabatan (discent), makanan pokok, kebiasaan makan, dan sebagainya.
Kelompok dalam masyarakat yang mudah menerima kebudayaan baru:
a) golongan muda yang identitas diri dan kepribadiannya belum mantap
b) kelompok masyarakat yang tidak mapan atau anti kemapanan
c) kelompok masyarakat yang berada dalam tekanan, misalnya kaum minoritas
d) golongan terdidik (kelas menengah/perkotaan)
Proses-proses disosiatif, yakni proses-proses yang menghambat tercapainya
keteraturan sosial, meliputi:
1) Persaingan (kompetisi)
Persaingan merupakan suatu proses sosial di mana orang-perorangan atau kelompok-kelompok saling memperebutkan sesuatu yang menjadi pusat perhatian dengan cara berusaha menarik perhatian atau mempertajam prasangka, tanpa disertai dengan tindakan kekerasan ataupun ancaman, melainkan dengan peningkatan mutu atau kualitas diri.
Persaingan mempunyai dua tipe umum, yaitu: (a) bersifat personal/pribadi atau perorangan (rivalry), (b) bersifat korporasi atau kelompok Ruang lingkup persaingan dapat diberbagai bidang kehidupan: ekonomi (perdagangan), sosial (kesempatan pendidikan), budaya (kesenian, olahraga), politik (pemerintahan, partai politik) maupun keagamaan (antar kelompok agama, aliran, madzab, sekte, dst.)
2. Pertikaian (konflik)
Pertikaian atau konflik merupakan proses sosial seperti halnya kompetisi atau persaingan, hanya bedanya pada pertikaian disertai dengan ancaman dan/atau tindak kekerasaan, baik fisik maupun nonfisik.
Pertikaian dapat timbul karena:
a) perbedaan individual, berupa pendirian atau perasaan
b) perbedaan kebudayaan, berupa perbedaan sistem nilai atau norma
c) perbedaan kepentingan, berupa kepentingan ekonomi atau politik
d) perubahan sosial dan budaya yang berlangsung cepat sehingga para warga masyarakat kesulitan menyesuaikan diri dengan keadaan baru, misalnya antara kelompok yang mempertahankan status quo dengan kelompok reformis (pembaru).
Seperti halnya persaingan, pertikaian pun dapat berlangsung antara perorangan ataupun kelompok.
3) Kontravensi
Kontravensi merupakan proses sosial yang berada di antara persaingan dan konflik. Kontravensi merupakan sikap yang tersembunyi terhadap pihak-pihak lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian, tetapi tidak sampai menimbulkan pertikaian.
Bentuk-bentuk kontravensi:
a) proses umum: perbuatan menolak, keengganan, menganggu proses atau mengacaukan rencana
b) sederhana: menyangkal pernyataan di depan umum, memaki, mencerca, memfitnah, menyebarakan selebaran atau melemparkan pembuktian kepada orang lain
c) intensif: menghasut, menyebarkan desas-desus
d) taktis: mengejutkan lawan dengan perang urat syaraf (psy war), unjuk kekuatan (show of force), dan sebagainya.
Peran nilai dan norma dalam pembentukan keteraturan dan dinamika sosial
budayaPada awal bab ini dikemukakan bahwa apabila tindakan dan interaksi di antara para warga masyarakat selaras atau serasi dengan nilai dan norma sosial yang berlaku, maka yang terjadi adalah keteraturan sosial. Namun, apabila tindakan dan interaksi sosial di antara para warga masyarakat tidak sesuai atau tidak selaras dengan nilai dan norma sosial maka yang terjadi adalah ketidakteraturan sosial yang bentuknya dapat berupa berbagai proses disosiatif, misalnya konflik, disorganisasi sosial, disintegrasi sosial dan berbagai problema sosial. Berdasar uraian di atas dapat ditegaskan bahwa nilai dan norma sosial berperan sebagai pengarah dan ukuran bersikap dan bertindak dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti dinyatakan oleh Woods, bahwa nilai sosial merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat apakah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima karena sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat ataukah merupakan tindakan yang menyimpang karena tidak sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat.
Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat. Karena adanya sanksi inilah maka anggota masyarakat merasa jera, atau paling tidak enggan melakukan pelanggaran. Jika keadaannya demikian maka dalam masyarakat akan terbentuk keteraturan sosial. Pembentukan Lembaga, kelompok dan organisasi sosial Lembaga, kelompok dan organisasi sosial sesungguhnya merupakan wajah dari masyarakat dilihat dari sudut tertentu. Adanya masyarakat pada dasarnya karena adanya proses-proses yang berpola yang mengikat dan diterima atau disepakati oleh sebagai besar warga masyarakat. Misalnya tentang proses yang harus dilalui oleh dua orang, laki-laki dan perempuan, yang akan membentuk keluarga. Dua orang tersebut “dipaksa” oleh masyarakat untuk mengikuti suatu proses yang relatif baku dan diterima oleh sebagian besar warga masyarakat dan mengikat, yakni perkawinan. Di sinilah keberadaan lembaga dalam masyarakat. Masyarakat sebagai kelompok? Pada dasarnya masyarakat adalah kelompok orang-orang pada suatu tempat, saling berinteraksi satu sama lain secara kontinyu dalam waktu yang relative lama, diikat dan melahirkan suatu kebudayaan yang didukung bersama dan di antara orang-orang tersebut terdapat feeling of unity (perasaan sekesatuan sosial). Masyarakat sebagai organisasi sosial? Pada dasarnya masyarakat adalah sebuah sistem kehidupan bersama yang di dalamnya terdapat struktur dan proses-proses sosial yang teratur.
Agar diperoleh pengertian yang memadai tentang lembaga, kelompok dan organisasi sosial, berikut akan dijelaskan secara singkat satu per satu.
a.       Lembaga
Lembaga adalah suatu suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting. Lembaga merupakan sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia. Di dalam masyarakat sedikitnya ada lima lembaga yang pokok, yaitu: agama, pendidikan, ekonomi, politik dan keluarga. Lembaga terbentuk melalui suatu proses pelembagaan atau institusionalisasi (institutionalization). Suatu norma atau seperangkat hubungan sosial dinyatakan melembaga apabila:
1. sudah berkembang menjadi suatu sistem yang teratur atau bersifat baku
2. berhubungan dengan sitem harapan, status dan peran yang sudah umum diterima oleh masyarakat
Soerjono Soekanto dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar manyatakan bahwa suatu norma tertentu dikatakan melembaga (institutionalized) apabila norma tersebut:
1) diketahui
2) difahami dan dimengerti
3) ditaati dan
4) dihargai
Lembaga bukan merupakan asosiasi atau kelompok. Dapatkah Anda membedakan antara permainan sepak bola dengan tim sepak bola? Permainan sepak bola adalah lembaga, ia merupakan prosedur yang telah diketahui, difahami, dimengerti, ditaati dan dihargai masyarakat. Tim sepakbola adalah sekelompok orang yang melakukan aktivitas atau kegiatan tertentu dan mendasarkan diri pada prosedur yang telah diketahui, difahami, dimengerti dan dihargai oleh sebagaian besar warga masyarakat. Permainan sepakbola merupakan suatu lembaga, dan tim sepakbola adalah asosiasi atau kelompok.
Dalam setiap lembaga terdapat setidaknya lima unsur, yaitu:
1) pola perilaku dan sikap
2) unsur budaya simbolik
3) unsur kebudayaan manfaat
4) kode spesifikasi lisan dan tertulis
5) ideologi
b. Kelompok
Kelompok merupakan konsep yang sangat umum dipakai dalam sosiologi dan antropologi. Sebenarnya kelompok merupakan kumpulan manusia yang memiliki syarat-syarat tertentu, dengan kata lain tidak semua pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok. Robert Biersted menyebut adanya tiga kriteria kelompok, yaitu:
1) organisasi
2) hubungan sosial di antara warga kelompok, dan
3) kesadaran jenis
Berdasarkan analisis menggunakan tiga kriteria tersebut dalam masyarakat dikenal beberapa jenis atau macam kelompok, yaitu:
1) Asosiasi
2) Kelompok sosial
3) Kelompok kemasyarakatan
4) Kelompok statistic

Asosiasi
Asosiasi merupakan kelompok yang memenuhi tiga kriteria Biersted tersebut. Suatu asosiasi atau organisasi formal terdiri atas orang-orang yang memilikikesadaran akan kesamaan jenis, ada hubungan sosial di antara warga kelompok dan organisasi.
Kelompok sosial (Social Groups) dan kelompok kemasyarakatan (SocietalGroups) Kelompok yang para anggotanya memiliki kesadaran akan kesamaan jenis serta hubungan sosial di antara warganya, tetapi tidak mengenal organisasi, oleh Biersted disebut sebagai kelompok sosial. Sedangkan kelompok yang berisi orang-orang yang memiliki kesadaran jenis saja, tidak ada hubungan sosial di antara orang-orang tersebut maupun organisasi, disebut sebagai kelompok kemasyarakatan (societal groups). Kelompok kemasyarakatan merupakan kelompok yang hanya memenuhi satu persyaratan, yaitu: memiliki kesadaran akan persamaan. Misalnya kelompok lakilaki, kelompok perempuan. Orang sadar sebagai “sesama laki-laki” atau “sesame perempuan”, namun tidak ada organisasi ataupun komunikasi di antara mereka.
Kelompok statistic
Bentuk terakhir dari kelompok adalah kategori atau kelompok statistik, yaitu kelompok yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kesamaan jenis (misalnya jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan sebagainya), tetapi tidak memiliki satu pun dari tiga kriteria kelompok menurut Biersted. Sebenarnya kelompok statistik bukanlah “kelompok”, sebab tidak memiliki tiga ciri tersebut. Kelompok statistik hanyalah orang-orang yang memiliki kategori statistik sama, misalnya kelompok umur (0-5 tahun, 6-10 tahun, dst.) yang dipakai dalam data penduduk Biro Pusat Statistik. Dalam kelompok ini sama sekali tidak ada organisasi, tidak ada hubungan antar-anggota, dan tidak ada kesadararan jenis.
Berbagai tipe kelompok dan perkumpulan sosial (asosiasi) Pada bagian ini akan ditegaskan tentang perbedaan antara kelompok dengan asosiasi (perkumpulan). Perhatikan tabel berikut:
Kelompok sosial Perkumpulan (asosiasi)
Kelompok primer Perkumpulan sekunder
Gemainschaft Gesellschaft
Hubungan familistik Hubungan kontraktual
Dasar organisasi adat Dasar organisasi buatan
Pimpinan berdasarkan kewibawaan/kharisma
Pimpinan berdasarkan wewenang dan hukum
Hubungan berasas perorangan Hubungan berasas guna/kepentingan dan anonim
Robert M.Z. Lawang mengemukakan ciri-ciri organisasi formal (asosiasi) sebagai berikut: (1) bersifat persistent (tetap/terus menerus), (2) memiliki identitas kolektif yang tegas, (3) memiliki daftar anggota yang rinci, (4) memiliki program kegiatan yang terus menerus, dan (5) memiliki prosedur keanggotaan.
Berikut dikemukakan berbagai macam kelompok/asosiasi:
1)     In group-Out group
Ingroup (kelompok dalam) merupakan kelompok sosial di mana di antara anggota-anggotanya saling simpati dan mempunyai perasaan dekat satu dengan lainnya. Misalnya: kliq. Outgroup (kelompok luar) ialah kelompok yang berada di luar suatu kelompok yang ditandai oleh adanya antagonisme, prasangka atau antipati. Misalnya orang-orang kulit hitam di lingkungan orang-orang kulit putih.
Klasifikasi kelompok demikian dikemukakan oleh W.G. Sumner (1940).
2)     Kelompok Primer dan sekunder
Klasifikasi ini dikemukakan oleh C.H. Colley (1909). Kelompok primer dan sekunder dibedakan berdasarkan ada tidaknya ciri saling mengenal atau kerjasama yang erat dan bersifat personal di antara anggota-anggotanya. Kelompok dengan ciri demikian disebut kelompok primer, dan yang tidak disebut kelompok sekunder.
3)     Gemainschaft dan Gesselschaft
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies (1967). Gemainschaft (paguyuban) adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. Hubungan antar-anggota kelompok paguyuban memiliki ciri : (1) intim, (2) privat, dan (3) eksklusif. Misalnya keluarga.
Menurut Tonnies, ada tiga tipe gemainschaft, yaitu: (1) gemainschaft by blood, contohnya keluarga atau kelompok kekerabatan (klen), (2) gemainschaft of place, misalnya orang-orang se-RT/RW, (3) gemainschaft of mind, yaitu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang memiliki jiwa atau ideology yang sama, sehingga meskipun bertempat kediaman yang saling berjauhan dan tidak memiliki kesamaan keturunan/keluarga tetapi tetap memiliki hubungan yang erat, intim, kekal dan dalam. Misalnya: kelompok keagamaan (umat), sekte, kelompok kebatinan, dan sebagainya.
Sedangkan Gesselschaft (patembayan) adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang didasarkan pada ikatan lahir dan bersifat kontraktual. Contohnya: Sebuah Perusaahaan atau organisasi buruh.
4)     Kelompok Formal dan Informal
Klasifikasi ini dikemukakan oleh van Doorn dan Lammers (1964). Kelompok formal merupakan kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan. Di dalam kelompok formal terdapat pembatasan yang tegas mengenai hak-hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab anggotaanggota kelompok sesuai dengan statusnya masing-masing, baik fungsional maupun struktural.
Kelompok informal merupakan kelompok yang dibangun berdasarkan hubunganhubungan yang bersifat personal dan tidak ditentukan oleh aturan-atuan yang resmi.
5) Kelompok organik dan mekanik
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Emmile Durkheim didasarkan pada ada tidaknya pembagian kerja dalam kelompok. Di dalam kelompok organik terdapat pembagian kerja yang rinci dan tegas di antara anggota-anggotanya, sedangkan pada kelompok mekanik tidak terdapat pembagian kerja. Ada tidaknya pembagian kerja ini menimbulkan pula sifat solidaritas antar-anggota yang berbeda. Pada kelompok organik terdapat solidaritas organik, dan dalam kelompok mekanik terdapat solidaritas mekanik.
6) Membership dan reference group
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Robert K. Merton. Membership Group merupakan kelompok dengan anggota-anggota yang tercatat secara fisik sebagai anggota. Sedangkan reference group merupakan kelompok acuan, maksudnya orang menjadikan kelompok yang bersangkutan sebagai acuan bertindak dan berperilaku, walaupun secara fisik ia tidak tercatat sebagai anggota.
Kelompok-kelompok tidak teratur:
1) Kerumunan
Kerumunan ialah sekumpulan orang yang tidak terorganisir dan bersifat sementara. Suatu kerumumnan dapat memiliki pemimpin, tetapi tidak memiliki struktur dan pembagian kerja. Identitas seseorang akan tenggelam apabila berada dalam sebuah kerumunan.
Tipe-tipe kerumunan:
a) Khalayak penonton (pendengar formal/formal audience) Kerumunan demikian mempunyai perhatian dan tujuan yang sama, misalnya penonton bioskop, pengunjung khotbah agama, dsb.
b) Kelompok ekspresif yang direncanakan (planned expressive group) Kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang mempunyai tujuan sama tetapi pusat perhatiannya berbeda-beda, misalnya kerumunan orang-orang yang berpesta
c) Kumpulan orang yang kurang menyenangkan (inconvinent aggregations) Dalam kerumunan semacam ini kehadiran orang lain merupakan halangan bagi seseorang dalam mencapai tujuan. Misalnya: antre tiket, kerumunan penumpang bus, dst.
d) Kumpulan orang-orang yang panik (panic crowd) Ialah kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang menghindari bencana/ancaman. Misalnya pengungsi
e) Kerumunan penonton (spectator crowd) Yaitu kerumunan orang-orang yang ingin melihat sesuatu atau peristiwa tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan formal audience, tetapi tidak terencana
f) Lawless crowd Yaitu kerumunan orang-orang yang berlawanan dengan hukum, misalnya: acting mobs, yakni kerumunan orang-orang yang bermaksud mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik. Contoh lain: immoral crowd, seperti formal audience, tetapi bersifat menyimpang.
2) Publik (massa)
Seringkali disebut dengan khalayak umum atau khalayak ramai. Publik semacam dengan kelompok hanya tidak menjadi kesatuan, hubungan sosial terjadi secara tidak langsung, melainkan melalui alat-alat komunikasi massa, seperti: media massa cetak, elektronik, termasuk pembicaraan berantai, desas-desus, dan sebagainya.
b.      Organisasi sosial
Salah satu kriteria kelompok menurut Biersted adalah organisasi. Organisai membedakan antara asosiasi dengan kelompok-kelompok yang lain. Suatu Kelompok dapat disebut sebagai asosiasi kalau hubungan di antara orang-orang dalam kelompok tersebut didasarkan pada organisasi yang tertentu. Terdapat berbagai pengertian mengenai organisasi sosial. Sesuatu yang bersifat organik merupakan sesuatu yang bersifat teratur. Maka organisasi sosial menunjuk pada suatu sistem yang teratur. Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto, istilah organisasi (organization) diartikan sebagai: (1) sistem sosial yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu, (2) suatu kelompok yang memiliki diferensiasi peranan, dan (3) sekelompok orang yang sepakat untuk memenuhi seperangkat norma Dalam kamus yang sama organisasi sosial (social organization) diberi pengertian cara-cara perilaku manusia yang terorganisasikan secara sosial.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan dan dinamika sosial budaya
Perubahan dan dinamika sosial budaya merupakan gejala yang pasti terjadi pada setiap masyarakat. Tidak ada masyarakat yang stagnant atau mandeg. Semua masyarakat mengalami perubahan-perubahan, hanya ada masyarakat yang mengalami perubahan yang cepat, ada masyarakat yang perubahan-perubahan di dalamnya berlangsung lambat. Cepat atau lambatnya perubahan-perubahan dalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor atau unsur-unsur dinamika dan unsur-unsur statika dalam masyarakat. Unsur dinamika adalah unsur-unsur yang menghendaki adanya perubahan-perubahan, misalnya golongan atau kelas menengah yang berfungsi sebagai kontrol sosial, golongan atau kelompok yang kecewa dengan keadaan dan para inovator yang ingin memperbaiki dan menyempurnakan keadaan. Unsur-unsur statika adalah unsur-unsur yang menghambat perubahan, misalnya golongan orang-orang yang memiliki vested interested, golongan orang yang dengan keadaan yang ada berada pada zone nyaman sehingga berupaya mempertahankan status quo. Bagi orang-orang yang memiliki vested interested atau berada pada zone nyaman, perubahan yang akan terjadi dikawatirkan akan menggangu keseimbangan sistem sosial yang pada akhirnya mengganggu kepentingannya atau menggusurnya dari zone nyaman.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan serta dinamika sosial budaya:
·         Faktor internal masyarakat (faktor dalam masyarakat), antara laini: (1) penemuanpenemuan baru (ide baru, teknologi baru atau alat baru) yang terjadi dalam masyarakat, (2) konflik antar kelompok dalam masyarakat, (3) munculnya pemberontakan atau gerakan sosial, dan (4) perubahan aspek demografik (bertambah dan berkurangnya penduduk)
·         Faktor eksternal masyarakat (faktor yang berasal dari luar masyarakat), meliputi: (1)perubahan lingkungan alam, misalnya karena bencana alam, (2) peperangan, dan (3)pengaruh kebudayaan lain yang terjadi karena adanya kontak dengan kebudayaan lain, melalui komunikasi dan interaksi dengan orang-orang dari masyarakat dan kebudayaan lain. Dalam interaksi dengan kebudayaan lain ini terjadi proses-prosesseperti difusi, akulturasi, asimilasi, imitasi, identifikasi, sugesti, simpati, sosialisasi,internalisasi, enkulturasi, persaingan, konflik, dan sebagainya yang merupakan unsur-unsur dinamika sosial dan budaya dalam masyarakat.
Di antara konsep-konsep penting dari dinamika sosial adalah sebagai berikut:
o Interaksi sosial
Interaksi sosial dapat dinyatakan sebagai proses utama dalam lapangan/kajian sosiologi. Interaksi sosial adalah hubungan timbal-balik di antara orangperorangan, perorangan dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompokdalam masyarakat. Hubungan timbal-balik ini dapat berupa kerjasama, persaingan atau bahkan pertikaian.
o Inovasi
Secara singkat inovasi dapat dirumuskan sebagai gerakan digunakannya ide-ideatau alat-alat baru yang melengkapi atau menggantikan yang sudah ada. Inovasi berkaitan dengan proses-proses yang mengawalinya, yakni penemuan-penemuan baru, baik berupa discovery dan invention.
o Difusi
Difusi dapat dirumuskan sebagai penyebaran ide-ide atau alat-alat baru dari satu individu ke individu lain dalam suatu masyarakat, ataupun dari suatu masyarakat ke masyarakat yang lain.
o Mobilitas sosial
Proses ini menunjuk kepada terjadinya perubahan-perubahan posisi atau kedudukan/status individu atau kelompok individu dalam struktur sosial masyarakat. Mobilitas sosial dapat dibedakan menjadi mobilitas vertikal, mobilitas horizontal, mobilitas antar-generasi maupun mobilitas geografik, seperti urbanisasi dan transmigrasi.
o Akulturasi
            Akulturasi merupakan kontak atau bertemunya dua kelompok atau lebih yang memiliki kebuayaan saling berbeda yang diikuti oleh proses imitasi, identifikasi atau saling meminjam unsur kebudayaan.
o Akomodasi
 Akomodasi merupakan proses yang berupa upaya-upaya untuk menghindari, meredakan atau menghilangkan konflik/pertikian di antara unsur-unsur dalam kelompok atau masyarakat. Termasuk dalam akomodasi adalah kompromi, toleransi, mediasi, arbitrasi, ajudikasi, dan sebagainya.
o Asimilasi
Asimilasi adalah proses yang timbul ketika ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara langsung dan intensif, sehingga sifat-sifat maupun unsur-unsur kebudayaan dari golongangolongan tadi masing-masing berubah wujudnya menjadi kebudayaan baru yang berbeda dari kebudayaan semula.
o Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses mempelajari nilai-nilai dan norma-norma kelompok, sehingga seseorang dapat menghayati dan melaksanakan norma-norma yang berlaku dalam kelompok. Apabila seseorang berhasil dalam sosialisasi maka ia dapat menjadi orang wajar dalam masyarakat, bukan menjadi orang aneh yang mungkin saja ditolak oleh masyarakat.
o Internalisasi
Internalisasi adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan untuk menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu serta emosi yang diperlukannya dalam kehidupan pribadi maupun pergaulan sosial di sepanjang hidupnya.
Sumber: Agus Santoso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar